Triangular Novel [part-2]


AIRA melihatnya,

Tiupan angin keras yang menerbangkan rambut mereka memecah konsentrasi, genggaman tangan mereka dengan cepat terlepas, memisahkan satu dan lainnya. Saat sebuah mobil besar berlalu, hanya sekilas pandang, tetapi dalam otaknya terekam kuat.

Ketika itu, senyum masih tertoreh jelas di wajah kami. 

Sesa’at akan kejutan itu datang.

Saat yang damai itu lembut untuk mereka, dengan langkah-langkah kecil yang saling beraturan, mereka berjalan saling pandang, tetapi. Bukan itu yang sekarang terlihat. Sebuah kejutan lain tidak terduga datang untuk mereka. Walaupun sebuah Black Forest besar sukses terlepas dari genggamannya dan hancur berserakan di trotoar jalan. Ia mencoba tegar,

perasaan itu tetap kuat. Sampai beberapa detik setelahnya saat ini.

“CLARA, CLARA!” Teriaknya,

“CLARA!” suaranya tertatih-tatih, air matanya yang hampir jatuh sesekali ia seka.

Ia berlari mengejarnya, clara yang terseret-seret. Dadanya sesak karena sirkulasi pernapasanya tidak teratur, Mata cokelat kehijauannya. Tepat sejajar memandang clara, gadis kecil itu tidak sadarkan diri.

“Clara!” Aira, meraih pergelangan tanggannya, ia masih merasakan denyutan nadinya.

“Seseorang TOLONG!” Teriaknya.

“SESEORANG KUMOHON!” Teriaknya ulang.

“CLARA! Bangun.!”

Teriaknya ulang sambil di goyangkannya tubuh kaku itu, kemudian ia singkirkan rambut yang menutupi. Wajahnya tersenyum walau kaku berdarah-darah, ia goyangkan keras Clara beberapa kali,

Gadis itu tetap tidak sadarkan diri. Tubuhnya kaku, luka dikakinya menggeluarkan banyak darah.

Noda itu membekas ditangannya. Ia tak paham, ‘Clara’, hanya ada lima huruf itu dikepalanya, ia seakan terhipnotis oleh noda darah yang terus mengucur dari luka Clara, gadis kecil yang menjadi korban tabrak lari.

Noda yang semakin memerah terkena dispersi warna cahaya dari sudut bias terkecil menjalar keseluruh tubuhnya. Kemudian semuanya menjadi monokromatis.

Menjadi Putih..

Dan tak ada seorangpun yang mau menolong…

[]

“Tidak.” Aira seketika tersentak cukup kuat dari kursinya, sebentar ia membuka mata. Namun dirinya sedang terikat kuat pada sabuk pengaman.

Ia berusaha memulihkan kesadarannya, mengendurkan sabuk yang agak menekan payudaranya, sambil membenarkan posisi bra ia melihat sebuah jendela bulat tebal, pemandangan hampir gelap butiran awan terlihat dari sana. Aira sadar dirinya masih berada dalam pesawat.

“Anda baik-baik saja.?” seorang pria tua disebelahnya yang terlihat ikut terkejut melihat aira. Melihat jari jemari lentik aira dengan ujung kuku jari runcing mengkilap menari diatas sebuah payudara membulat kencang tertutup kain putih.

“Ya, hanya sedikit bermimpi buruk.” Jawabnya. Segera ia menurunkan tangannya ke posisi semula. “Permisi, Berapa menit lagi kita sampai.?” Tanya aira kemudian.

“Sekitar lima menit lagi kita akan landing.”

Aira berusaha mengubah posisi duduknya untuk kedua kali. “Terimakasih.”

Hal yang membuatnya bingung, mimpi tersebut seringkali datang dalam tidurnya.

“Panggil saja pramugari jika kau merasa tidak enak badan.”

Aira tersenyum. “Aku merasa sangat baik.”

Pria tua itu hanya menunjukan ekspresi kelelahan, ia pun memejamkan matanya kembali.

[]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *